Article excerpt
Dangdut stories: A
social and musical history of Indonesia's most popular music
By ANDREW N. WEINTRAUB
Oxford, New York: Oxford University
Press, 2010. Pp. 258. Plates, Figures, Musical Notations, Bibliography, Index.
doi: 10.1017/S0022463413000209
Ehnomusicologist Andrew Weintraub's
Dangdut stories is the first comprehensive study of dangdut, 'Indonesia's most
popular music', as the title rightfully claims. Given dangdut's enormous
popularity and sheer inescapable aural presence in the daily life of modern
Indonesia, it is in fact remarkable that it has taken so long for it to be
recognised as a subject worthy of serious scholarly attention. However, one may
wonder if this academic neglect somehow reflects dangdut's longstanding
reputation of being a debased commercial music genre without any sophistication
or originality--cheap music catering for the trivial tastes of the lower
classes. Weintraub's work is the first tvolume dedicated fully to dangdut,
covering its multiple musical, aesthetic, social, and political dimensions. As
such it is a long overdue contribution to the study of Indonesia's enormously
rich contemporary musicscape. This was quickly recognised in Indonesia itself:
this spring, the Indonesian publisher Gramedia published an Indonesian
translation of Dangdut Stories entitled Dangdut: Musik, identitas, dan budaya
Indonesia.
Cerita Dangdut Etnomusikolog Andrew Weintraub adalah studi komprehensif pertama dangdut, 'musik paling populer di Indonesia', sebagai judul berhak mengklaim. Mengingat popularitas besar dangdut dan semata-mata kehadiran aural tak terhindarkan dalam kehidupan sehari-hari Indonesia modern, itu sebenarnya luar biasa yang telah diambil begitu lama untuk itu harus diakui sebagai subjek layak perhatian ilmiah yang serius. Namun, satu mungkin bertanya-tanya jika mengabaikan akademik ini entah bagaimana mencerminkan reputasi lama dangdut menjadi sebuah genre musik komersial hina tanpa kecanggihan atau orisinalitas - murah musik katering untuk selera sepele kelas bawah. Karya Weintraub adalah yang volume pertama yang didedikasikan sepenuhnya untuk dangdut, meliputi musik yang beberapa, estetika, sosial, dan dimensi politik. Karena itu merupakan kontribusi lama tertunda untuk mempelajari sangat besar kaya musicscape kontemporer Indonesia. Ini segera diakui di Indonesia sendiri.
Weintraub presents his rich account of
dangdut's historical development up to its current position within
mass-mediated commercial popular culture in the form of different 'stories'
about the genre, while modestly acknowledging that these stories are inevitably
'incomplete and selective' (p. 233). His approach, which links an exploration
of dangdut's musical origins and developments as a hybrid genre, influenced
mainly by Indian, Malay, Western, Middle Eastern and local music styles yet
distinctively Indonesian, with an analysis of it 'as a political economy of
contested symbols' that mediate 'meanings about social relations in modern
Indonesian society' (p. 28), sets a high standard for future 'stories' on the
subject.
Sejarah perkembangan Dangdut hingga posisi saat ini dalam budaya populer komersial massal dimediasi dalam bentuk 'cerita' yang berbeda tentang genre, sementara sederhana mengakui bahwa kisah-kisah ini pasti 'tidak lengkap dan selektif'. Pendekatannya, yang menghubungkan eksplorasi asal musik dangdut dan perkembangan sebagai genre hibrida, dipengaruhi terutama oleh India, Melayu, Barat, Timur Tengah dan musik lokal gaya belum khas Indonesia, dengan analisis itu sebagai ekonomi politik dari simbol diperebutkan 'yang menengahi' makna tentang hubungan sosial dalam masyarakat Indonesia modern ', menetapkan standar yang tinggi untuk masa depan.
The first 'story', the Introduction, is
a lively array of short ethnographic clips from different social sites where
contemporary dangdut is performed: from TV shows and political campaign rallies
to highly eroticised spectacles and ritual celebrations.
Video klip singkat dari situs sosial yang berbeda di mana dangdut kontemporer dilakukan: dari acara TV dan aksi kampanye politik untuk kacamata yang sangat erotis dan perayaan ritual.
The evocation of these contrasting
atmospheres, and the multiple meanings associated with these diverse social
sites, in which dangdut is an important part of contemporary Indonesian public
life, is followed by an overview of the study's theoretical and methodological
framework. Weintraub locates his 'stories' 'within a range of broader
narratives about class, gender, ethnicity, and nation in post-independence
Indonesia' (p. 11), arguing 'that not only is dangdut a vivid reflection of
national politics and culture, but that dangdut as an economic, political, and
ideological practice has helped to shape people's ideas about class, gender,
and ethnicity in the modern nation-state of Indonesia' (p. 13).
Dangdut merupakan bagian penting dari kehidupan masyarakat Indonesia kontemporer, diikuti dengan gambaran kerangka teoritis dan metodologis studi tersebut. Weintraub menempatkan 'cerita' nya 'dalam berbagai narasi yang lebih luas tentang kelas, gender, etnis, dan bangsa pasca-kemerdekaan Indonesia' , dengan alasan 'yang tidak hanya dangdut refleksi yang jelas tentang politik dan kebudayaan nasional, tapi itu dangdut sebagai praktik ekonomi, politik, dan ideologi telah membantu untuk membentuk ide-ide orang tentang kelas, gender, dan etnis di negara-negara modern Indonesia'.
The second and third chapters examine
popular claims about dangdut's supposed origins in the Malay music of the Deli
region in North Sumatra (Melayu Deli), and traces musical developments of the
Orkes Melayu (Malay Orchestra) music of the 1950s and 1960s to a kind of
'proto-dangdut' (p. 72) that would eventually evolve into what came to be its
current form.
Asal dangdut dalam musik Melayu dari wilayah Deli di Sumatera Utara (Melayu Deli), dan jejak perkembangan musik dari Orkes Melayu (Melayu Orchestra) musik dari tahun 1950-an dan 1960-an untuk jenis 'proto-dangdut' yang akhirnya akan berkembang menjadi apa yang kemudian menjadi bentuk yang sekarang.
Chapter four offers a detailed analysis
of dangdut's emergence in the 1970s as a distinct genre within a broader
context of articulating the rakyat ('the people') in Suharto's New Order
Indonesia. It combines an account of Rhoma Irama's important role in the
history of dangdut with a compelling exploration of dangdut's articulation
with, and its constitution of the rakyat: From the 1970s onward, media discourse
presented dangdut as the supposed authentic voice of the rakyat--the 'masses'.
…
Munculnya dangdut di tahun 1970-an sebagai genre yang berbeda dalam konteks yang lebih luas dari mengartikulasikan di Masa Orde Baru Indonesia. Ini menggabungkan peran Rhoma Irama yang penting dalam sejarah dangdut dengan eksplorasi yang menarik artikulasi dengan dangdut, dan konstitusi dari rakyat: Dari tahun 1970 dan seterusnya,.
Article details
PUBLICATION : Journal of Southeast Asian Studies
VOLUME/ISSUE : Vol. 44, No. 2
PUBLICATION DATE : June 2013
CONTRIBUTORS : David, Bettina
https://www.questia.com/library/journal/1G1-331686181/dangdut-stories-a-social-and-musical-history-of-indonesia-s
Tidak ada komentar:
Posting Komentar